-->

PEREKONOMIAN INDONESIA


MATERI PEMBAHASAN

PENDAHULUAN

·         Globalisasi ekonomi adalah berlangsungnya gerak arus barang, jasa dan uang di dunia secara dinamis, sesuai dengan prinsip ekonomi, dimana berbagai hambatan terhadap arus tersebut menjadi semakin berkurang. Hambatan berupa proteksionisme perdagangan, larangan invstasi, dan regulasi devisa serta moneter yang mengekang arus jasa dan kapital internasional semakin lama menjadi semakin berkurang bila globalisasi berlangsung. (Sjahrir, 1995).
·         Perkembangan ekonomi dunia yang begitu pesat telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan dan mempertajam persaingan yang menambah semakin rumitnya strategi pembangunan yang mengandalkan ekspor. Di satu pihak hal itu merupakan tantangan dan kendala yang membatasi. Di pihak lain hal tersebut merupakan peluang baru yang dapat dimanfaatkan untuk keberhasilan pelaksanaan pembangunan nasional.

A.    PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN INTERNASIONAL
·         Terdapat sejumlah konsep atau teori yang menjelaskan faktor-faktor apa yang mendorong terjadinya perdagangan antar negara, mengapa perdagangan antar negara bisa menguntungkan kedua belah pihak dann dalam produk-produk apa sebaiknya tiap negara berspesialisasi.
·         Dari teori-teori tersebut orang bisa mengambil prinsip-prinsip yang bisa menjadi pedoman dalam melaksanakan perdagangan internasional.

a)      Teori Perdagangan Klasik
1)      Teori Keunggulan Multak (Absolute Advantage)
-          Dasar pemikiran teori Adam Smith ini adalah bahwa suatu negara akan melaksanakan spesialisasi dana negara tersebut memiliki keunggulan absolut dan tidak memproduksi atau melakukan impor tehadap jenis barang lain di mana negara tersebut tidak memiliki keunggulann  absolut terhadap negara lain yang memproduksi barang sejenis. (Tulus Tambunan, 2001)
-          Dengan kata lain, suatu negara akan mengekspor (impor) suatu jenis barang jika negara tersebut dapat (tidak dapat) membuatnya lebih efisien atau murah di bandingkan negara lain. Jadi teori ini menekankan bahwa efisiensi dalam penggunaan input, misalnya tenaga kerja, dalam proses produksi sangat menentukan keunggulan atau daya saing. Tingkat keunggulan diukur berdasarkan nilai tenaga kerja yang sifatnya homogen.

2)      Teori Keunggulan Komparatif (comparative advantage)
-          Sering dijumpai bahwa suatu negara yang efisien dalam memproduksikan suatu barang, juga efisien dalam memproduksikan barang-barang lain. Ini disebabkan, misalnya oleh penggunaan teknologi dan mesin-mesin yang lebih efisien atau tenaga kerja yang trampil. Negara tersebut mempunyai keunggulan mutlak dalam produksi semua barang.
-          Dalam hal ini, menurut David Ricardo, yang berlaku adalah teori keunggulan komparatif. Suatu negara hanya akan mengekspor barang yang mempunyai keunggulan komparatif tinggi dan mengimpor barang yang mempunyai keunggulan komparatif rendah. (Boedino, 1994).
-          Misalnya biaya produksi dihitung dengan hari kerja di Persia dan di Indonesia sebagai berikut :

   Persia             Indonesia
Permadani (1 lbr)                                     2/ hr                 4/hr
Rempah-rempah (1 kg)                            2/ hr                 4/hr

Persia mempunyai keunggulan komparatif dalam produksi permadani (P) dan Indonesia mempunyai keunggulan komparatif dalam produksi rempah-rempah ( R ) karena :
(a)    Di Persia ; 1 kg R = 12 lbr P (1 lbr P = 2/3 kg R)
(b)   Di Indonesia : 1 kg = R = 1 lbr P (1 lbr P = 1 kg R)

3)      Teori Proporsi Faktor Produksi
-          Dasar pemikian teori faktor-faktor proporsi dari Hecksher dan Ohlin (disingkat Teori H-O) bahwa perdagangan antara dua negara terjadi karena adanya perbedand alam opportunity cost antara dua negara tersebut terjadi karena adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi yang dimilikinya. Misalnya, Indonesia tanah lebih luas dan bahan-bahan baku serta tenaga kerja (unskilled) lebih banyak dari pada Singapura. Sedangkan di Singapura memiliki tenaga kerja (skilled) lebih banyak.
-          Jadi teori H-O menyatakan bahwa suatu negara akan atau sebaiknya mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang relatif banyak (harga relatif faktor produksi tersebut murah), sehingga barang-barang tersebut harganya murah. Indonesia sebaiknya mengekspor barang-barang yang padat karya atau padat bahan baku yang melimpah, seperti minyak dan komoditi pertanian (tulus Tambunan, 1996).

b)      Teori Perdagangan Modern
1)      Teori Keunggulan Kompetitif (competitive advantage)
-          The Competitive Advantage of Nations, 1990 yang dikemukakan oleh Michael E. Porter adalah tentang tidak adanya  korelasi langsung antara dua faktor produksi (sumber daya alam yang tinggi dan sumber daya manusia yang murah) yang dimiliki suatu negara untuk dimanfaatkan menjadi keunggulan daya saing dalam perdagangan.
-          Porter mengungkapkan bahwa ada empat atribut utama yang menentukan mengapa industri tertentu dalam suatu negara dapat mencapai sukses internasional :
(1)   Kondisi faktor produksi
(2)   Kondisi permintaan dan tuntutan mutu dalam negeri 
(3)   Eksistensi industri pendukung, serta
(4)   Kondisi persaingan dan struktur perusahaan dalam negeri
Selain itu, pemerintah juga berperan sentral dalam pembentukan keunggulan kompetitif. Kebijakan seperti anti trust, regulasi, deregulasi atau pembeli juga sangat mempengaruhi persaingan ini (Hendra Halwani, 1993).
-          Ujian utama bagi teori Porter adalah pasar tunggal Eropa, MEE dan NAFTA telah merangsang perusahaan Eropa untuk melakukan merjer dan membentuk aliansi. Perkembangan itu jelas bertentangan dengan teori Porter. Merjer dan aliansi akan mengurangi persaingann dan menciptakan perusahaan raksasa yang secara politik sanat kuat.

2)      Pendekatan Alternatif Dalam Teori Perdagangan
-          Apa yang telah diuraikan di atas adalah teori atau pandangan mengenai perdagangan internasional dari para ekonom yang disebut “main – stream economics” yang bersumber dari pandangan kaum Klasikd an Nekolasik, yang tidak lain adalah ilmu ekonomi “liberal” (liberal economics)
-          Bagaimanakah pendapat sudut pandangan yang lain? Ada yang menyebut “ilmu ekonomi institusional” (institutional economics), ada yang menyebut “ilmu ekonomi sejarah” (historical economics), ada yang menyebut “ilmu ekonomi politik” (political economics). Secara umum sudut pandangan ini menekankan aspek-aspek yang “terlupakan” dalam analisis “main-stream economics”, yaitu mengenai aspek kelembagaan, perbedaan dalam kekuatan ekonomi dari pelaku ekonomi, aspek yang bersifat ekonomis-politis dan melihat kesemuanya sebagai proses sejarah.
-          Dalam kenyataan, menurut pandangan ini, selalu terdapat perbedaan “kekuatan ekonomi” pihak-pihak yang melakukan perdagangan (hubungan ekonomi), ada unsur “kekuasaan monopoli” (monopolistic power), yang bisa meerusak harmoni dan keseimbangan seperti yang digambarkan teori Neoklasik, yang menimbulkan ketidakmerataan dalam pembanguan manfaat perdagangan bisa beraneka ragam (Boediono, 1994).
B.     KERJASAMA EKONOMI REGIONAL – INTERNASIONAL
a.       Globalisasi – Ekonomi Dewasa Ini
1.      Gejala-gejala Globalisasi
(1)   Globalisasi terjadi dalam kegiatan finansial, produksi investasi dan perdagangan.
(2)   Proses globalisasi meningkatkan kadar ketegantungan antar negara, menimbulkan proses menyatunya ekonomi dunia
(3)   Gejala yang menonjol adalah terpisahnya kegiatan ekonomi primer dengan ekonomi industri sehingga kaitan poduksi ke belakang industri pengolahan makin melemah. Dampaknya adalah merosotnya harga komoditi primer yang disebabkan permintaan yang lesu.
2.      Faktor Penyebab Globalisasi
-          Makin menipisnya batas investasi dan pasar secara nasional, regional maupun internasional disebabkan karena adanya:
(1)   Komunikasi dan transportasi yang makin canggih
(2)   Lalu lintas devisa yang semakin bebas
(3)   Ekonomi negara yang semakin terbuka
(4)   Penggunaan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif di tiap negara semakin digalakkan
(5)   Metode produksi dan perakitan dengan organisasi manajemen yang semakin efisien
(6)   Pesatnya perkembangan perusahaan multinasional (TNC) di seluruh dunia. (H. H. Prijono Tjiptoharijanto, 1993).
3.      Kecenderungan Dalam Globalisasi
-          Peter F. Drucker dalam bukunya The New Reallities menyebut ekonomi dunia sebagai fenomena yang berubah, dari “internasional” menjadi “transnasional” (Sjahrir, 1995).
(1)   Dengan demikian, negara (nation state) merupakan partially dependent variables bersama variabel lainnya: ekonomi regional (EEC), perusahaan transnasional dan ekonomi otonom dari arus uang, kredit dan investasi.
(2)   Globalisasi ekonomi menjadi pertarungan pengembangan market share dari setiap unit usahapada skala dunia.
-          Menurut John Naisbit dan Alvin Toffer ada kecenderungan (H.H. Prijono Tjiptoharijanto, 1993) :
(1)   Masyarakat dunia dewasa ini sedang berubah dari era masyarakat industri memasuki ke era masyarakat informasi. Masyarakat tidak bisa menutup diri karna teknologi informasi mampu menembus batas-batas wilayah kekuasaan negara.
(2)   Hubungan saling ketergantungan menyebabkan sistem ekonomi nasional cenderung menjadi bagian sistem ekonomi global. Aktivitas ekonomi berlangsung dalam arus gerak barang, jasa dan uang di dunia secara dinamis sesuai dengan prinsip ekonomi.
(3)   Ketergantungan ekonomi yang sedang tumbuh berubah dari formasi hubungan antar negara menjadi inter-region (antar blok). Kekuatan blok-blok ekonomi itu akhirnya akan menjadi ukuran bargaining power tiap negara dalam perdagangan internasional.

Dampak globalisasi ekonomi
-          Makin terpisahnya kegiatan ekonomi primer dengan ekonomi industri mengakibatkan :
(1)   Penggunaan material dalam industri makin sedikit
(2)   Kaitan produksi ke belakang produksi pengolahan makin melemah
(3)   Harga komoditi primer merosot karena menurunnya permintaan
(4)   Akibat robotisasi dalam industri, maka kesempatan kerja berkurang, pengangguran meningkat.
(5)   Kaitan antar ekonomi moneter-perbankan dengan ekonomi riil (sektor industri dan perdagangan) menjadi melemah
(6)   Hubungan antar negara berubah menjadi hubungan antar blok ekonomi/ pakta perdagangan (inter-region)
(7)   Bargaining power tiap negara ditentukan oleh kekuatan pasar blok ekonominya.
(8)   Perubahan lingkungan hidup mewarnai berbagai kebijakan ekonomi dunia, seperti : isu “pembangunan berkesinambungan”, masalah “limbah industri”, “nuklir”, “global warning” dan munculnya persaingan antar “blok ekonomi”

b.      Perundingan GATT dan WTO
    1. General Agreement on Trade and Tariffs (GATT)
(Persetujuan mengenai perdagangan dan tariff)
(1)   Latar belakang Berdirinya GATT
-          GATT adalah perjanjian internasional, multilateral yang mengatur perdagangan internasional sesudah Perang Dunia II, yang didirikan pada tahun 1948.
-          Setelah Perang DUnia II setiap Negara cenderung membatasi perdagangan import dan/ atau ekspor dengan alasan: proteksi untuk produsen, konsumen, masyarakat, neraca pembayaran, pertahanan dan kemanan.
Alasan Negara sedang berkembang untuk melindungi industrinya yang masih lemah (infant industry)

(2)   Tujuan dan Azas GATT
(a)    Tujuan GATT
1)      terjadinya perdagangan dunia yang bebas tanpa diskriminasi.
2)      Memupuk disiplin diantara anggotanya supaya tidak mengambil langkah yang merugikan anggota lainnya.
3)      Mencegah tejadinya perang dagang yang merugikan semua pihak.
Jika suatu Negara anggota akan melakukan protksi, dianjurkan menggunakan trif (bea masuk) yang transparan, bukan non tariff seperti kuota, larangan impor, subsidi dan standar mutu.

(b)   Azas Dalam GATT
1) Perdagangan bebas,
2) proteksi dengan tariff non diskriminasi,
3) transparansi kebijakan perdagangan.
(Hendra Halwani, 1993).

(3)   Perundingan Dalam Kerangka GATT
Negara Negara yang menandatangani GATT telah beberapa kali mengadakan pertemuan untuk mengolah tindakan-tindakan lebih lanjut menuju perdagangan bebas.

Dimasa lalu misalnya, dua perundingan berlangsung dalam waktu cukup lama:
a)      Perundingan Kennedy Round, berlangsung dari tahun 1962 – 1967 dan menghasilkan penurunan-penurunan yang cukup besar dalam tariff dari semua Negara non sosialis yang utama.
b)      Perundingan Tokyo Round berlangsung dari September 1973 – April 1979, dan menghasilkan baik penurunan tariff mauun langkah-langkah yang berarti kea rah penurunan hambatan-hambatan bukan tariff.
Di dalam semua perundingan internasional mengenai hamnbatan perdagangan terdapat pedoman-pedoman yang terperinci tentang apa yang dimaksud sebagai keseimbangan yang adil dalam konsesi-konsesi oleh semua Negara yang terlibat (Kindleberger, 1983).

c)      Pasca Perundingan Putaran Uruguay di Marakkesh
Maroko, 1994, ditandatangani 125 anggota GATT, telah menimbulkan sikap optimis dan pesimis dilingkungan Negara-negara sedang berkembang.

Optimis : karena persetujuan perdagangan multilateral WTO menjanjikan berlangsungnya perdagangan bebas di dunia, bebas dari hambatan tariff dan non tariff.

Pesimis : karena semua Negara di duniga mempunyai kekuatan yang berbeda. Negara-negara industri maju (DCs) mempunyai kekuatan ekonoi yang lebih besar daripada ekonoim Negara-negara berkembang (LDCs), termasuk Indonesia (Tulus Tambunan, 2001).

Dalam Perundingan ini :
1)      Pembukaan pasar pertanian dijadwalkan secara terpisah.
2)      Disepakati untuk mengubah semua hambatan non tariff dengan proteksi yang sama. DCs besedia menurunkan tarifnya sebesar 36% (dalam waktu 6 than) dan LDCs sebesar 24% (dalam waktu 10 tahun).
3)      Butir-butir perjanjian pertanian yang penting:
Pertama, Negara-negara dengan pasar pertanian tertutup diharuskan mengimpor paling sedikit 3% dari kebutuhan domestik, sampai 5% dalam waktu 6 tahun.
Kedua, trade distoping support bagi petani harus dikurangi 20% di DCs selama 6 tahun dan di LDCs sebesar 13,3%.
Ketiga, nilai subsidi ekspor langsung untk produk pertanian harus diturunkan 35% (6 tahun) volumenya dikurangi 12%.
Keempat, reformasi sektor pertanian dalam perjanjian WTO tersebut tidak berlaku bagi Negara Negara termiskin di dunia, tidak termasuk Indonesia (Firdausy, 1998 dalam Tulus Tambaunan, 2001).

    1. World Trade Organization (WTO)
-          Baik dalam perundingan GATT maupun perundingan WTO selalu berhadapan antara dua kekuatan yang tidak seimbang, di satu pihak Amerika Serikat (AS) dan Uni eropa (UE) yang industri dan pertaniannya kuat, berhadapan dengan Negara-negara berkembang (kelompok 20 atau G 20) yang masih lemah baik industri maupun pertaniannya.
-          Perundingan Dalam Kerangka WTO
(a)    Pertemuan Tingkat Mentei di Gancun, Meksiko berlangsung 10-14 September 2003.
·         Yang menjadi perhatian adalah isu pertanian di DCs dan LDCs dan isu penting yang diangkat adalah “menghilangkan subsidi ekspor”.
·         Pembahasan mengenai soal bea masuk komoditas pertanian menghadapi jalan buntu.
·         Kelompok 20 Menghentikan perundingan WTO dan sepakat untuk melanjutkan perundingan dengan Negara-negara maju. Mereka juga sepakat mengajak Negara-negara berkembang lainnya untuk bergabung dengan tuntutan agar Negara maju mau menurunkan subsidi sektor pertanian.
·         Sejak saat itu AS dan UE menunjukkan fleksibilitasnya (sikap lunak) terhdap isu penting tentang “menghilangkan subsidi ekspor”.
(b)   Pertemuan Komite PErtanian WTO di Jepara, Swiss
·         Pertemuan berlangsung 22-27 Maret 2004 dan dihadiri pejabat senior perdagangan dari 148 negara.
·         Pertemuan ini dinilai sangat penting di lingkungan WTO karena diharapkan dapat mengawali kembali pembicaraan perdagangan yang macet.
·         AS memperlihatkan keinginannya untuk mempersiapkan kerangka bagi dimulainya kembai negosiasi pertanian. Perwakilan perdagangan AS mengunjungi beberapa Negara penting, termasuk India, untuk memperoleh dukungan bagi kerangka usulan tersebut.
·         Kerangka usulan yang diperkirakan siap bulan Juni 2004 tersebut akan banyak menampung draf kesepakatan yang berhasil dicapai dari usulan AS – UE dan G 20.
·         Namun jawaban dari India dan Negara berkembang lainnya tergantung pada seberapa jauh Negara maju sepakat untuk membuka akses pasarnya dengan menghapuskan subsidi pertanian.
(c)    Pertemuan Dewan Umum WTO Bulan Juni dan Juli 2004
·         Kelancaran (skses) pertemuan ini sangat tergantung pada keberhasilan Pertemuan Komite Pertanian WTO di Jenewa, Swiss yang berlangsung pada 22-27 Maret 2004.
·         Kelompok 20 terikat pada sasaran WTO yang menetapkan bahwa tahun ini (2004) sebagai tahun menuntaskan babak perundingan Daha, demikian kata Menlu Brazil, Celso Amorin, beberapa waktu yang lalu (Ekonomi dan Bisnis, Media Indoensia, 2004).

    1. Dampak Liberalisasi Perdagangan Produk Pertanian
Banyak studi dan analisis mengenai dampak dari perjanjian GATT terhadap ekonomi Negara-negara anggota. Tapi semuanya menghasilkan konkluasi yang berbeda-beda (Tulus Tambunan, 2001).
(a)    Studi Sekretariat GATT (Sazanami, 1995).
Perjanjian itu diperkirakan akan bedampak positif, dalam bentuk peningkatan pendapatan, pengurangan subsidi ekspor sebesar 36% dan penurunan sebesar 18% dari subsidi sektor pertanian diperkirakan akan menaikkan pedapatan sektor pertanian di Negara-negara Eropa sebesar US$15 miliar, sedang di Negara-negara berkembang sekitar US$14 miliar.

(b)   Hasil Analisis GOlding dkk (1993)
Diperkirakan bahwa sampai tahun 2002, sesudah terjadi penurunan tariff dan subsidi sebesar 30% manfaat rata-rata per tahun oleh seluruh anggota GATT akan sebesar US$230 miliar. Sebesar US$141,8 miliar (67% nya) dinikmati Negara-ngara maju. Sedang Indoensia diperkirakan akan mengalami kerugian sebanyak US$ 1,9 miliar per tahun hingga tahun 2002.

(c)    Analisis Satirawan (1997) Dengan model CGE
Dengan menggunakan computable general equilibrium (CGE) analisis Satriawan menunjukkan bahwa disbanding Negara-negara ASEAN lainnya, sektor pertanian Indonesia menderita kerugian yang terbesar, dalam bentuk penurunan produksi komoditas pertanian sebear 332,83% dimana berasmengalai penurunan 29,70%.
Perkiraan dampak liberalisasi perdagangan terahdap produksi pertanian di beberapa Negara ASEAN (%)
Produk
Indonesia
Malaysia
Filipina
Thailand
ASEAN
Beras
Gandum
Padi-Padian
Hasil Panen Lain
Ternak
Produk Pertaian diproses (PPD)
-29,70
-14,84
-16,88
187,30
-5,34

-78,81
-0,99
-2,20
-3,75
-11,83
-3,11

-46,91
-3,96
-3,66
-6,25
-51,75
-4,41

-55,04
-4,75
-1,28
-2,19
-22,18
-5,24

-82,19
-3,30
-9,16
-15,63
-16,43
-2,62

-4,17
Sumber : tabel3, Satriawan, 1997, dikutip Tulus Tambunan 2001.

·         Dampak awal pada ASEAN sendiri sebagai suatu wilayah ekonomi di dunia tidak terlalu besar (tabel). Namun karena produk pertanian Indoensia memainkan perarnan yang besar, baik secara domestic maupun secara regional (ASEAN), maka dampak yang diterima Idnoensiapun paling besar diantara Negara-negara ASEAN lainnya.
·         Efek negatif terhadap ekspor komodits pertanian juga lebih besar dibandingkan Negara ASEAN lainnya, diantaranya ekspor beras Indonesia akan turun 70,0%, dibandingkan Malaysia misalnya hanya mengalami penurunan sekitar 2,8%.

c.       Pembentukan Blok Perdagangan Regional
-          Persoalan menonjol yang perlu diperhatikan bagi perdagangan kita adalah seberapa jauh blok-blok regional dan partisipasi Indonesia di dalam AFTA berpengaruh pada Perdagangan (trade Idversion). Bila yang terakhir yang terjadi, maka ekonomi Indonesia akan mengalami masalah yang cukup berat, karena stabilitas neraca pembayaran Indonesia amat tergantung pada keberhasilan meningkatkan ekspor.
-          Di Amerika Utara kita mengenal apa yang disebut NAFTA, di Eropa kita mengenal apa yagn disebut EEC. Kemudian sebagai antisipasi Negara ASEAN dibentuklah AFTA. Tampaknya usahayang harus diperjuangkan oleh Negara berkembang adalah diupayakannya pola perdagangan bebas dalam klausal di GATT, (Sjahrir, 1995).

1.      Masyarakat Ekonomi ERopa dan Pasar Tunggal Eropa
·         Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) atau European Economic Community (EEC) didirikan berdasarkan perjanjian Roma (Treaty of Rome) pada awal tahun 1957. perubahan terhadap Treaty of Rome, yang diratifikasi pada tanggal 24 Juni 1987, lebih dikenal dengan nama “single Eruopean Act” yaitu suatu landasan kerja untuk mewujudkan Pasar Tunggal Eropa atau European Union (EU) tahun 1993.
(1)   Tujuan Dibentuknya Pasar Tunggal Eropa 1993
(a)    Mengintegrasikan ekonomi 12 negara, mewujudkan suatu wilayah Pasaran Bersama yang luas dengan 345 juta penduduk.
(b)   Tercapainya suatu wilayah yang berorientasikan peningkatan pertumbuhan secara dinais.
(c)    Terdapatnya mobilitas dan fleksibilitas untuk pengerahan potensi ekonomi dan modal serta sumber daya manusia.
(d)   Tercapainya economics of scale dengan merangsang inovasi dan efisiensi.
(e)    Meningkatkan daya saing MEE digelanggang ekonoim internasional.

(2)   Tahap Dalam Mewujudkan Pasar Tunggal Eropa 1993
Disahkan dalam white paper dalam sidang dewan Menteri MEE tahun 1985:
(a)    Penghapusan hambatan fisik
Meliputi arus lalu lintas, sarana transportasi, peraturan, prosedur, bea cukai, imigrasi dan paspor.
(b)   Penghapusan hambatan teknis
Meliputi lalu lintas barang, penduduk, odal, dan hambatan hukum serta administrasi.
(c)    Penghapusan Hambatan Fiskal
Meliputi pengembaian pajak yang dipungut di Negara konsumen ke eksportir tempat asal barang.

(3)   Strategi Menembus Pasar Eropa
Pertama       : Menjual langsung kepada pembeli (importer)
Kedua         :  Memanfaatkan jasa distributor setempat untuk mewakili kepentingan mereka di Eropa.
Ketiga         : Dapat dilakukan dengan membuat joint venture bersama mitra lokal.
Keempat     :  Memanfaatkan perusahaan yang dikontrol sepenuhnya oleh si eksportir sehngga sesuai dan dapat menciptakan setan mengontrol pasar sendiri.
(Hendra Halwani,1993)

2.      Kawasan Bebas Perdagangan Amerika Utara
PembentukN orth America Free Trade Agreement (NAFTA) ditandatangani bulan Agustus 1992 di Washington DC oleh wakil pemerintah: Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko.

(1)   Sudut Pandang Negara Anggota NAFTA
(a)    Kanada :
·         Kanada sudah merasakan manis pahitnya perdagangan bebas dengan Amerika sejak 1988.
·         Kaun nasionalis menuduh bahwa memburuknya ekonomi Kanada berupa pengangguran, tutupnya pabrik, banyaknya masuk perusahaan AMerika, karena akibat peragangan bebas dengan Amerika.
·         Kanada khawatir disaingi Meksiko, karena upah buruh dan stanar pelestarian yang rendah di Meksiko

(b)   Amerika Serikat :
·         NAFTA diperkirakan dapat menyaingi MEE dan mendorong ekonomi Amerika bangun kembali, karena memiliki potensi pasar 360 juta konsumen dengan nilai output lebih dari 6 triliun dollar.
·         Kerugiannya : berpindahnya perusahaan ke Meksiko akan menambah pengangguran.
·         Keuntungannya : membangun pabrik dan pasaran di perbatasan As, akan dipasok dari AS.
Meningkatknya kemamuran di Meksiko akan menambah ekspor barang knsumsi ke Meksiko.

(c)    Meksiko :
·         Secara umum menggairahkan  bisnis besar di Meksiko
·         Keunggulan komparatif Meksiko: penduduk banyak, lahan luas, upah buruh murah, energi/ minysak cukp dan menguntungkan (Diapit AS dan Amerika Latin).
·         Dapat menyaingi RRC dalam menarik modal dari Jepang, Korea, Taiwan dan Hongkong.

(2)   Hambatan Nontarif NAFTA bagi Indonesia
·         Gagalnya negosiasi mengenai perdagangan bebas dunia (GATT putaran Uruguay) menyebabkan terjadinya kasus sengketa dagang dan Negara maju cenderung menggunakan forum bilateral, sehingga menguntungkan pihak yang lebih kuat.
·         Kebijakan nontarif yang merupakan salah satu bentuk proteksi, muncul dalam bentuk pengenaan kuota, tuduhan melakukan dumping, standar kesehatan dan lingkungan hidup, hak azasi manusia, perburuhan dan lain-lain.
·         Indonesia tidak terlalu sulit dalam menyesuaikan diri sepanjang hanya menyangkut standar teknik, karena standar tersebut mengacu standar internasional (ISO-900). Kesulitan bila harus memenuhi essential requirement: kesehatan, lingkungan hidup dan sebagainya,
(Hendra Halwani, 1993).

3.      Kawasan Bebas Perdagangan ASEAN
Persetujuan pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN atau ASEAN FREE TRADE AGREEMENT (AFTA) ditandatangani oleh semua anggota ASEAN pada bulan Januari 1992 dalam tiga dokumen:
(a)    Framework Agreement on Exchange ASEAN Economic COopration (EAEAEC) ditandatangani oleh kepala pemerintahan: Presiden dan Perdana Menteri tiap-tiap Negara.
(b)   Basis Agreement on The Common Effective Prfential Tariff (GEPT) ditandatangani Menteri Perindustrian Brunai Darussalam (Abdul Rachman Taib), Menteri Perdagangan RI (Arifin M. SIregar), Menteri Peraganga Internasional dan Industri Malaysia (Rafidah Aziz), Menteri Perdagangan dan Industri Filipina (Peter D. Garrucho), Deputi PM/ Menteri Perdagangan dan Industri SIngapura (Lee Hsien Long) dan Menteri Perdagangan Thailand (Amaret SIla0On).
(c)    Singapore Declaration 1992, Perjanjian ini ditanda tangani dalam rangka Singapore Summit pada 28 Januari 1992 oleh Kepala Negara ASEAN.

(1)   Konsep dan Ketentuan CEPT
(a)    CEPT mengatur rincian tentang cakupan dan mekanisme pelaksanaan AFTA. Semua Negara anggota akan berpartisipasi dalam skema CEPT yang berlaku mulai 1 Januari 1993. Sasarannya adalah penurunan tariff efektif hingga menjadi 0,5% dalam kurun waktu 15 tahun.
(b)   Produk yang masuk dalam skema CEPT dispakati berbaris sektoral menurut Harmonzed Sistem (HS) 6 digit, mencakup 15 kelompok barang: minyak nabati, semen, produk kimia, produk farmasi, pupuk, produk plastic, produk karet, produk kulit, pulp, tekstil, keramik dan produk kaca, barang perhiasan, copper cathodes (kawat las dari tembaga), elektronik, serta membel kayu dan rotan.
(c)    Produk yang akan diturunkan bea masuknya adalah produk yang mengandung ASEAN content minimum 40%. Seluruh produk manufaktur termasuk barang modal produk pertanian olahan masuk skema CEPT.
(d)   Untuk menjamin pelaksanaan CEPT menuju AFTA, ASEAN sepakat agar semu Negara menghapus segala restriksi kuantitatif untuk produk dalam skema CEPT. Semua Negara juga akan menghapus restriksi nontarif. Semua Negara ASEAN akan mengecualikan (tidak mengenakan) restriksi devisa bagi kepentingan impor produk CEPT.

(2)   Masalah yang dihadapi AFTA
Diperlukan lobi politik yang tinggi untuk menjamin keberhasilan perjanjian AFTA, karena AFTA lebih merupakan kerjasaman politik dari pada kerjasama ekonomi. Ada beberapa permasalahan yang menghamat perwujudan AFTA :

Pertama           :            Prosedur birokrasi yang berlebihan, baik didalam ASEAN maupun di Negara masing-masing
Kedua             :            Kurang kuatnya perjanjian Negara-negara terhadap skema di dalam AFTA.
Ketiga             :            Kurang dilibatkannya sektor swasta dalam proses pengambilan keputusan tingkat kawasan.
Keempat         : Yang terpenting adalah kurangnya kemauan politik untuk mewujudkan kerjasama ekonoimdi dalam ASEAN karena selama ini para pemimpin Negara lebih tersita pada kekhawatiran terhadap sektor-sektor yang akan dirugikan dari pada manfaat ekonomi yang dapat diciptakan.
(3)   Persoalan Pemberian Insentif
(a)    Pemberian insentif dan fasilitas yang berlebihan kepada para calon investor dalam jangka panjang justru akan merugikan Negara tujuan investasi. ASEAN harus menghindari persaingan yang tidak perlu diantara mereka sendiri.
(b)   Badan investasi ASEAN menandatangani memorandum of under standing di bidang investasi. Disepakati empat butir tujuan bersama, yakni 1) meningkatkan citra ASEAN sebagai kawasan ekonomi, yang menarik untuk melakukan investasi langsung, 2) meningkatkan promosi investasi, 3) investasi dari luar ASEAN maupun dari dalam ASEAN, 4) secara sendiri-sendiri atau bersama-sama meningkatkan daya saing negara-negara ASEAN dalam upaya menarik FDI. (Hendra Halwani, 1993).

4.      Dampak EEC, NAFTA dan AFTA
(1)   Dari scenario trade creation menunjukkan bahwa munculnya  EEC, maka Negara yang menekspor ke EEC dalam bentuk produk manufaktur akan mengalami keuntungan. Tetapi dilihat dari scenario trade diversion, dengan munculnya EC akan mengakibatkan menurunnya impor mereka (anggota EEC) dari Negara luar negara.
(2)   Menghadapi NAFTA bisa diboservasi dari tiga point penting :
(a)    Potensi pertumbuhan ekonomi dan kualitasnya, sebenarnya lebih menyerupai Hongkong dan Singpura. Karena itu ancaman lebih terarah kepada Hongkong dan SIngapura.
(b)   Secara umum nilai dari mata uang dan kestabilan makro serta riwayat masa lalu tentang utang, tampaknya masih lebih menguntungkan bagi Indoensia.
(3)   Pemanfaatan PTA (Preferential Trade Arrangement) masih relative sangat kecil. Ekspor Indonesia ke ASEAn di bawah PTA meningkat dari 1,4% menjadi 3,5%. Untuk impor juga peningkatannya relatif konstan, yaitu dari 1,2% menjadi 1,6%.
Di Indonesia sendiri, dampak yang mungkin terjadi adalah tersedianya barang dan jasa dalam jumlah yang lebih besar dengan harga yagn lebih murah. Hal ini akan memaksa Indoensia untuk menurunkan berbagai cost. Sehinga dampak AFTA pada akhirnya akan “memaksa” Indonesia menuju pada bentuk perekonomian yang lebih efisien. (Sjahrir, 1995).

5.      Asia Pasific Economic Cooperation (APEC)
-          Kerjasama ekonomi untuk kawasan Asia Pasifik didukung oleh Negara ASEAn dengan Negara Pasifik Barat (Australia, New Zaeland dan Papu New Guinea), dan termasuk di dalamnya, yaitu APEC, EAEG, AFTA dan PEC (Pasific Economic Community) dan juga merupakan forum kerjasama antar pemerintah dengan Jepang yang bersifat informal.
-          Jepang telah menjadi pelopor dan inti integrasi ekonomi regional Asia Pasifik yang lebih luas.
Dengan dibentuknya organisasi ini, penanaman modal asing Jepang yang meningkat drastic selama enam sampai sepuluh tahun terakir ini telah menjadi factor utama dalam integrasi ekonomi regional tersebut. (Hendra Halwani, 1993).

C.     ANALISA KEBIJAKAN DAN KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL
a.       Analisa Kebijakan Perdagangan
1.      Peluang Dunia Usaha Dalam Era Globalisasi
(1)      Tersebarnya pasar berskala lebih luas dan diversifikasi produk manufaktur dan produk bernilai tambah tinggi.
(2)      Tersedianya realokasi industri manufaktur dari Negara industri maju ke Negara berkembang dengan upah buruh yang lebih rendah.
Akibatnya siklus proses bahan baku sampai menjadi barang jadi lebih pendek, harga per unit turun dan akan meningkatkan volume penjualan.

Peluang tersebut bisa dimanfaatkan sesuai dengan adanya keunggulan komparatif ekonomi Indonesia, meliputi :
(1)   Sumber daya alam yang kaya
(2)   Sumber daya manusia yang banyak, upah buruh murah
(3)   Situasi politik dan keamanan yang stabil (awal 1990-an)
(4)   Kebijakan ekonomi yang konsisten (awal 1990-an)
(5)   Komponen ekonomi makro yang kuat (awal 1990-an)

2.      Kebijakan Bisnis yang Dilakukan
(1)    Menarik tenaga ahli yang berpengalaman internasiona, yang dapat melakukan negosiasi dan mengerti hukum yang berlaku di Negara lain.
(2)    Perlu diusahakan untuk membuka usaha baru dan mengisi peluang yang tersedia.
(3)    Tantangan kompetensi dihadapi dengan peningkatan efisiensi, investasi modal yang makin besar untuk membentuk jaringan internasional dan peningkatan pertumbuhan prasarana ekonomi yang makin cepat.

3.      Kebijakan dalam Era Globalisasi
-          Komponen dalam penyusunan strategi global
(1)     Mengkaji perkembangan ekonomi dunia yang relevan dengan Indonesia, terutama ekonmi Amerika Erikat, Eropa Barat dan Jepang. 
(2)     Mengikuti prospek mata uang dollar AS, DM Jerman dan Yen Jepang.
(3)     Memonitor perkembangan politik dan keamanan dalam negeri serta arah kebijakan pembangunan pada umumnya.
(4)     Memonitor perkembangan ekonomi keuangan Indonesia, pertumbuhan ekonomi nasional dan sektoral, APBN dan fiscal, N. Pembayaran terutama transaksi berjalan, JUB, inflasi, nilai tukar rupiah, likuiditas bank, tingkat suku bunga.
(5)     Menetapkan rencana jangka panjang, menengah dan tahunan beserta anggarannya.

-          Aspek-aspek Makro dalam Kebijakan Global
(1)   Deregulasi
Kebijakan deregulasi harus terus dilanjutkan nya secara konsisten di sektor riil untuk meningkatkan efisiensi, daya saing di pasar global.
(2)   Prioritas Investasi
Baik investasi modal asing maupun modal dalam negeri ditujukan untuk yang berorientasi ekspor. Untuk industri yang resource base perlu dorongan pemerintah, karena industri ini bisa menghemat devisa.
(3)   Kemitraan Usaha
Indonesia yang penuh dengan faktional ekonomi – USB vs USK, BUMN vx Swasta, Pribmi vx Non Pribumi dan sebagainya – harus dihilangkan dan diganti dengan kemitraan usaha, sebab dewasa ini tidak ada satu unit usaha yang independent, tetapi saling ketergantungan satu sama lain. Perlu adanya political will untuk mencegah praktek-praktek monopoli, oligopoly oleh kelompok yang kuat.
(4)   Perubahan Orientasi Bisnis
Perlu perubahan dari orientasi bisnis untuk memaksimalisasi profit ke orientasi maksimalisasi pasar. Indonesia harus memasuki pasar global dan menguasai seluas-luasnya jaringan distribusinya.
(5)   Kebijakan yang konduktif
Kebijakan yang dilakukan pemerintah hendaknya sesuai dengan realita di lapangan, sehingga tidak terjadi distorsi antara kebijakan yang diambil pemerintah dengan langkah yang diambil oleh pengusaha.

-          Aspek-aspek Mikro Dalam Kebijakan Global
(1)   Sumber Dana Permodalan
Mengefektifkan dan mendiverisifikasikan sumber dana permodalan yang tersedia.
(2)   Pilihan Teknologi
Melakukan pilihan teknologi yang tepat dan pas dengan pilihan bidang usaha, dilihat dari segi operasional maupun outputnya.
(3)   Sumber Daya Manusia
Meningkatkan profesionalisme SD, baik mengenai managerial skill maupun luasnya wawasan globalnya.
(4)   Pilihan Bidang usaha
Pilihan bidang usaha berpijak pada resource base, yaitu raw material yang tersedia pada sumber daya alam kita

(5)   Pooling of Information
Perlu menghimpun informasi yang menyangkut bidang usaha yang digeluti, khususnya mengenai informasi harga dan permintaan pasar atas produk yang dihasilkan.
(Hendra Halwani, 1993)

b.      Kerjasama Ekonoim Internasional
1.      Kerjasama Internasional Tahun 2000
·         Kerjasama di bidang ekonoim memfokuskan agendanya pada :
(1)   Upaya mencegah terulangnya kembali krisis ekonoim
(2)   Mendorong proses pemulihan ekonomi diberbagai Negara
(3)   Meningkatkan kapasitas lembaga internasional dalam mempercepat Negara anggota keluar dari krisis ekonoim.
·         Dalam kerjasama tersebut, Indonesia di samping mendapat manfaat bantuan dari Negara sahabat maupun lembga internasional dalam membantu proses pemuihan ekonomi, namun juga aktif terlibat dalam diskusi dan kajian-kajian yang dilakukan di forum internasional.
·         Selanjutnya dalam rangka program bantuan IMF, Pemerintah Indoensia selama tahun 2000 telah menandatangani tiga letter of Intent (LoI) dan memorandum of economic and financial policies (MEEP), yaitu pada 20 Januari, 17 Mei dan 7 September. (Laporan Bank Idnensia, 2000)

2.      Kerjasama Internasional Tahun 2001
·         Pembahasan pada berbagai forum kerjasama internasional dan regional menitikberatkan pada berbagai upaya untuk mengatasi perlambatan ekonomi melalui :
(1)   Kebijakan moneter dan fiscal yang tepat
(2)   Penguatan sistem keuangan internasional
(3)   Regional surveillance sebagai langkah guna memperkuat pencegahan krisis.
·         Berbagai forum juga membahas beberapa upaya pencegahan pembiayaan terorisme internasional sebagai respon terhadap tragedy WTC (Laporan Bank Indoensia, 2001).

3.      Kerjasama Internasional tahun 2002
·         Berbagai lembaga keuangan dan forum kerjasama internasional melanjutkan upaya-upaya memperkuat arsitektur keuangan internasional dan meningkatkan stabilitas keuangan internasional antara lain dengan :
(1)         Memperkuat pengawasan (surveillance) untuk mencegah terjadinya krisis,
(2)         Meningkatkan keterlibatan swasta dalam mencegah dan menanggulangi krisisi.
·         Dalam KTT ASEAN Nopember 2001 di Brunai, para pemimpin Negara-negara ASEAN mengeluarkan the RIA (Roadmap for Integration of ASEAN), untuk menuju integrasi ASEAn 2020 RIA memiliki tiga pilar utama, yaitu :
(1)   Menjembatani kesenjangan pembangunan
(2)   Memperdalam kerjasama ekonomi
(3)   Meningkatkan integrasi ekonomi
·         Dalam Sidang ASEAN Finance Ministers Meeting (AFMM) ke-4 di Brunei Darussalam pada tanggal 24-25 Maret 2000, para Menteri Keuangan Negara-negara ASEAN telah sepakat untuk menjajagi kemungkinan memperluas keanggotan ASEAN Swap Arragement (ASA) sehingga mencakup seluruh Negara ASEAN serta memasukkan Negara regional, yaitu Cina, Jepang dan Korea.
·         Dalam sidang Special ASEAN Finance and Central Bank Deputies Meeting (AFDM) pada tanggal 6 Mei 2000 di Chiang Mai, Thailand, usulan perluasan ASA tersebut direalisasikan melalui kesepakatan Chiang Mai Intitatyve. Salah satu kesepakatan tersebut adalah Bilateral Swap Arregement (BSA) diantara Negara-negara ASEAN + 3 (China, Jepang dan Korea).
·         BSA bertujuan untuk menyediakan short term financial assistance dalam bentuk swap kepada Negara-negara Chiang Mai Initiative (ASEAN + 3).
Fasilitas swap ini merupakan supplement dari financing facility yang disediakan IMF dan ASA untuk mengatasi kesulitan Balance of Payment (BOP) Negara anggotanya. Beberapa manfaat yang diperoleh dari BSA antara lain :
(1)   Mempercepat kerjasama di bidang keuangan antara Negara-negara ASEAN dan Negara + 3 (Korea, Jepang, Cina)
(2)   Fasilitas BSA dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternative untuk mendukung Neraca pembayaran.
(3)   Tidak commitment fee pada saat penandatanganan ESA, sehingga tidak ada biaya yang dikeluarkan sebelum penarikan pinjaman dilakukan. (Laporan Bank Indoensia, 2002).

Apa yang diuraikan di atas adalah sebagian dari sekian banyak keterlibatan pemerintah Indonesia dalam kerjasama internasional di bidang keuangan, fiscal, perbankan, ekonomi dan pembangunan.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "PEREKONOMIAN INDONESIA"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel